Monday, September 03, 2007

Flek Paru....??apa iya...

ehm...Bunda makin bingung apalagi stelah baca sana sini koq yaa makin bingung
Tadi Bunda dari dokter suganda...
Hasil test mantoux-nya gapapa...,Tapi yang heran banget Leukositnya tinggi banget sampe 16000 normalnya 4400-11300, LED-nya juga 55-83 sedangkan normalnya 0-15
Bunda makin ga ngerti...ngobrol ma dokter juga ga bikin bunda makin ngerti..
Yang bunda tau ada radang yg bikin leukosit ma LED-nya tinggi...
Bunda koq jadi kesel...ga puas...gitu...,padahal Bunda pilih ke dokter suganda karena emang paling enak di ajak konsul, stelah ganti dokter beberapa kali
emang awalnya dari dulu AA bayi ke Suganda...
gmana dunk....,butuh second opinion nih...kemana yaa??
bunda pernah coba ke beberapa dokter jangankan konsul...,masuk ke ruang prakteknya ajah rombongan...berlima...trus...diperiksa...trus boro2 konsul...
Aa di kasih obat buat 3 bulan, katanya stelah 3 bulan rontgen lagih...
apalagi baca artikel ini...
Dear miliser yg berstatus parents,
Pernahkah anak anda di-diagnosa 'Flek Paru' oleh DSA anda, dan diberi
obat antibiotik berbulan-bulan?
Tahukah anda bahwa 'There Is No Such A Term of 'Flek Paru-paru'' di
dunia kedokteran?
Tahukah anda bahwa banyak kasus DSA dgn gegabah memberikan obat TBC utk
'Flek Paru' ini tanpa diagnosa yg runut dan benar?
Tahukah anda obat2 TBC tsb punya efek samping terhadap fungsi hati si
anak (yg menjadi resiko tidak perlu jika diagnosa TB tidak ditegakkan
secara benar) ?
Jika anda penasaran, silakan baca artikel dibawah, cross-posting dari
milist SEHAT.
Jadi, lain kali dokter anda bilang anak anda kena 'Flek Paru', bilang
saja: "Bah, darimana pulak kau belajar istilah tu!" :)

Hendarwin
Stopmalpraktekdokterindonesiadgnmenjadikonsumenygrasional,kolerik,dandem
anding
-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 29, 2006 4:34 PM
Subject: Re: [sehat] Tentang Flek

...(deleted)

INTISARI EDISI TERBARU (APRIL 2005)
Flek Paru Yang Mengecoh
"Flek" yang satu ini pasti bikin pening kepala, terutama jika menyerang
anak. Orangtua dan dokter pun sering dibuat serba salah. Tak jarang,
gara-gara munculnya "flek", anak divonis berpenyakit TB(C) paru-paru.
Padahal sebenarnya ia sehat walafiat. Sebaliknya, bocah yang disangka
sehat, malah terjangkit penyakit. Aneh, 'kan?
-----
"Flek" yang suka mengecoh itu punya nama lengkap flek paru-paru
(disingkat flek paru). Nama yang membuat banyak dokter anak
bersungut-sungut. Maklum, sampai detik ini, istilah flek paru tidak
pernah ada di dalam kamus kedokteran mana pun. Statusnya mirip dengan
masuk angin, panas dalam, atau saraf kejepit. Ngetop di masyarakat, tapi
tak ada rujukannya di dunia medis.
Entah siapa yang mulai menggunakan istilah ini. Yang jelas, kata flek
berasal dari bahasa Belanda, vlek, artinya bintik alias bercak atawa
noda.

Para ahli radiologi menggunakannya untuk menyebut gambaran noda yang
khas di foto rontgen. Lucunya, belakangan istilah ini dipakai sebagai
eufemisme untuk tuberkulosis (TB) paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.
Padahal, "Flek di foto rontgen tidak selalu berarti tuberkulosis," kata
Dr. dr. Muljono Wirjodihardjo, Sp.A (K), ahli respirologi anak dari
Rumah Sakit Internasional Bintaro. "Tuberkulosis pada anak berbeda
dengan orang dewasa, sehingga diagnosisnya lebih sulit," tambah dr.
Muljono. Dengan kata lain, jangan terkecoh oleh flek yang memang suka
menyaru dan membuat orang keliru itu.

Naik kelas
Pelacakan dan keberadaan TB pada anak dan orang dewasa memang berbeda.
Kuman TB pada orang dewasa bisa dilacak dari dahaknya. Sedangkan pada
anak-anak, kuman itu sulit dilacak, sebab mereka belum bisa berdahak
seperti sang bapak. Selain itu, gejala TB pada anak sering tersamar oleh
gejala penyakit lain, misalnya flu atau batuk. Tak jarang dokter
menganggapnya sebagai batuk biasa.
Pada orang dewasa, gejala TB tampak lebih jelas. Gambaran radiologisnya
pun khas. Tapi pada anak, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan salah
diagnosis. Kemal, seorang karyawan perusahaan asuransi, punya cerita
tentang hal ini. "Anak saya pernah divonis TB. Waktu itu umurnya baru
setahun. Awalnya, berat badannya enggak naik-naik. Dokter curiga, ia
kena TB. Waktu dites Mantoux, hasilnya negatif. Lalu dokter minta tes
rontgen.
Ternyata ada flek di paru-parunya."
"Dari hasil rontgen itu," tambah Kemal, "Dokter menyimpulkan anak saya
kena TB dan disuruh minum obat jangka panjang. Setelah tiga bulan, saya
tanya apakah obat perlu diteruskan. Dokter bilang, terus. Namun, pada
bulan keempat saya disuruh menghentikan pemberian obat tanpa ada
penjelasan. Waktu itu saya enggak ngerti apa-apa. Tak tahunya, setelah
mencari second opinion, anak saya sebetulnya enggak apa-apa," tuturnya
sembari geleng-geleng kepala.

Selama ini, TB identik dengan penyakit udik. Orangtua biasanya akan
merunduk malu jika anaknya diketahui sebagai pengidapnya. Menurut dr.
Muljono, dalil itu tak lagi berlaku 100%kini. Menurut pengalamannya,
banyak juga pasien anak-anak dari kelas ekonomi mapan. Banyak di antara
mereka yang enggak percaya. "Tertular dari mana? Wong di rumah enggak
ada yang kena kok", protes mereka.

Dr. Muljono mencatat, sumber penularan yang diketahui hanya sekitar 10%.

Ada yang tertular dari baby sitter, orangtua, atau orang lain yang
tinggal serumah. Selebihnya, yang 90%, biang keladinya tidak diketahui
secara pasti. Yang jelas, si anak pasti tertular dari orang dewasa,
bukan dari teman bermain. Sebab pada anak, TB bersifat tertutup, tidak
menular.
Kuman ini diyakini menular secara tidak langsung dari orang lain yang
tidak tinggal serumah. Saat penderita batuk, kuman TB keluar dari
paru-paru bersama percikan air ludah, lalu bertahan hidup sambil
beterbangan di udara, dan akhirnya terhirup oleh si anak. Dalam tubuh
anak, kuman ini bersarang di kelenjar getah bening. Itulah sebabnya,
orangtua harus waspada jika si Upik atau si Ucok punya benjolan kelenjar
getah bening di leher bagian belakang telinga.
Selain itu, orangtua juga bisa mengamati gejala-gejala yang lain. Di
antaranya, batuk tak kunjung sembuh, gampang sakit, nafsu makan hilang,
berat badan tidak naik-naik atau bahkan turun, serta demam
berulang-ulang tanpa sebab yang jelas. Namun, gejala-gejala ini bersifat
subjektif, sehingga tidak selalu menjamin diagnosis yang tepat. Sebagai
contoh, batuk bisa saja disebabkan oleh alergi atau asma. Sedangkan
demam berulang-ulang bisa karena infeksi virus langganan.
Untuk memperkuat diagnosis, diperlukan tes-tes lain yang lebih akurat,
seperti tes Mantoux dan foto rontgen dada.

Tes Mantoux bertujuan menguji apakah tubuh pernah terpapar kuman TB.
Sedangkan foto rontgen untuk mengetahui ada tidaknya infiltrat di
paru-paru. Infiltrat adalah massa seperti dahak yang terjadi akibat
aktivitas kuman TB.
Namun, lagi-lagi di tahap ini pun banyak hal yang bisa mengecoh
diagnosis.

Tipuan pertama timbul pada saat tes Mantoux. Kalaupun hasilnya positif,
itu tidak berarti si anak pasti menderita TB. Dr. Muljono memberi
contoh, anak yang pernah mendapat vaksin BCG akan memberikan respons
positif terhadap tes Mantoux. Begitu pula anak yang pernah terpapar
kuman TB, tapi daya tahannya cukup kuat untuk melawan. Jadi, meskipun
kemasukan kuman, dia enggak sakit.
"Kalau kemerahan di kulitnya sangat tebal, misalnya lebih dari 20 mm,
kemungkinan besar dia memang sakit. Apalagi jika benjolan di belakang
telinganya juga sangat besar. Lebih-lebih jika ada riwayat anggota
keluarga yang sakit TB," tambah dr. Muljono.

Kuman paling bandel
Karena tes Mantoux saja tidak cukup, untuk memperkuat diagnosis
diperlukan tes foto rontgen. Namun, di sini pun masih ada tipuan yang
harus diwaspadai.
Pada orang dewasa, foto rontgen biasanya menunjukkan gambaran flek paru
di bagian atas. Sebab, di situlah kuman TB membangun sarangnya.
Sebaliknya, pada anak-anak, kuman TB tidak membangun sarangnya di
paru-paru bagian atas, melainkan di kelenjar getah bening.
Susahnya, lokasi kelenjar ini berdekatan dengan jantung. Jika hanya
difoto dari depan, kadang flek tertutup oleh bayangan jantung. Apalagi
jika teknisi rontgen kurang terampil. Itulah sebabnya, untuk memperkuat
diagnosis, foto rontgen juga harus dilakukan dari arah samping. Dengan
begitu, gambaran paru-paru tidak diganggu oleh jantung. Ruwetnya lagi,
kalaupun hasil rontgen menunjukkan flek, tidak berarti si anak positif
kena TB.
Muljono memberi contoh anak-anak yang sedang batuk grak-grok-grak-grok.
Saat dirontgen, mungkin saja menunjukkan flek, meskipun ia tidak
menderita TB. Karena itu, foto rontgen harus dilakukan pada saat anak
dalam kondisi terbaik. Jika mungkin, setelah batuknya disembuhkan. Atau
paling tidak, saat batuknya minimal.

Karena banyaknya faktor pengecoh itulah, diagnosis TB harus ditegakkan
berdasarkan banyak pemeriksaan. Selain pemeriksaan-pemeriksaan tadi,
masih ada jenis tes-tes lain. Masing-masing pemeriksaan punya skor
tertentu.
Jika misalnya total skornya enam atau lebih, maka itu berarti si anak
memang menderita TB.
Jika orangtua perlu mencari second opinion, Muljono menyarankan agar
pendapat kedua dicari dari dokter lain yang lebih kompeten dan
berpengalaman. Bukan sekadar ke dokter lain. "Mencari second opinion
'kan seperti naik banding. Karena itu, jangan sekadar ke dokter lain,"
ujar dokter yang menyelesaikan pendidikan S1 sampai S3-nya di Keio
University, Jepang, ini.

Bagaimana jika anak memang benar-benar menderita TB? Tak ada pilihan
lain, orangtua harus siap-siap merayu si buah hati untuk minum obat
setiap hari.
Lamanya berkisar antara enam bulan hingga satu tahun. Selama waktu itu,
orangtua harus memastikan si anak minum obat sesuai aturan dokter. Dr.
Muljono menegaskan hal ini, karena banyak orangtua, karena kasihan pada
si Buyung, lantas menghentikan obatnya begitu gejala sakitnya hilang.
Padahal, hilangnya gejala sakit TB bukan berarti kuman telah terbasmi
semuanya. Kuman ini dikenal sebagai kuman yang sangat bandel. Ia tidak
bisa dibasmi dengan satu macam antibiotik saja. Biasanya kombinasi dari
beberapa obat anti-TB (OAT). Dalam kondisi digempur habis-habisan, ia
akan berusaha mengawetkan diri dengan membentuk lapisan pelindung dan
tidur tanpa makanan.
Ia bisa bertahan dalam kondisi itu dalam jangka waktu berbulan-bulan.
Itu sebabnya, pengobatan TB membutuhkan kedisiplinan ekstra. Jika
pengobatan dihentikan di tengah jalan, suatu saat zombie-zombie kuman
itu akan bangun
lagi dan menggerogoti tubuh si anak di kemudian hari. Jika ini sampai
terjadi, pengobatan berikutnya menjadi lebih sukar. Waktu terapi pun
menjadi lebih lama.
Kuman generasi kedua yang telah bereinkarnasi itu lebih kebal terhadap
OAT terdahulu. Akibatnya, pemilihan obat menjadi lebih sulit. Orangtua
harus menyiapkan lebih banyak duit. Persoalan pun jadi lebih rumit,
karena makin
sering minum obat, makin besar kemungkinan fungsi hati anak terganggu.
Jangan sampai terkecoh berkali-kali, ah!

Boks
Anak-anak Hanyalah Korban
Sebagaimana penyakit infeksi lainnya, hal terpenting dalam pencegahan TB
adalah menghindari penularan. Orangtua harus memastikan tidak ada
anggota keluarga yang menderita TB. Jika ada, penderita harus segera
diobati agar tidak menulari anggota keluarga yang lain, terutama
anak-anak. Mereka adalah kelompok paling rentan tertular karena daya
tahan tubuh mereka relatif masih lemah.
Meskipun hasil pemeriksaan menunjukkan, anak tidak menderita TB, ia
tetap harus minum OAT. Dikhawatirkan, ia tertular selama masa
pengobatan. Dosis untuk anak hanya setengah dari dosis terapi dewasa.
Waktunya hanya sekitar tiga bulan. Setelah itu, anak harus tetap
dievaluasi kembali. Jika hasilnya negatif, pemberian obat bisa
dihentikan.
Selain vaksin BCG, pencegahan TB pada anak harus dimulai dengan
pemberantasan TB pada orang dewasa. Merekalah sumber penularan.
Anak-anak hanyalah korban. "Sekarang ini kasus TB pada anak mulai
meningkat," kata dr. Muljono. Di Indonesia sendiri, penyakit ini masih
merupakan ancaman serius. Jadi, semua orang harus ikut mengingatkan,
agar terapi benar-benar komplet-plet.

==================================================================================================================================================" SEHAT mailing list is supported by Hewlett-Packard StorageWorks
Division. SEHAT Internet Access & Website are supported by CBN Net "

Please visit also our website at :
http://www.sehatgroup.web.id/
==================================================================================================================================================Yahoo! Groups Links




Another artikel on TBC:
Sumber: website IDAI (http://www.dokteranak.or.id)

"Flek Paru" Istilah yang Rancu - Informasi Singkat Tentang Tuberkulosis
(TB) Anak

Banyak sekali anak-anak yang divonis sebagai "flek paru' dan harus
menjalani "hukuman" minum obat jangka lama, paling tidak hingga 6 bulan.
Jika ditanyakan kepada orangtuanya apa yang dimaksud flek paru? Biasanya
orang tua pasien tidak tahu, Bila ditanya lebih lanjut apakah anaknya
mendapat obat yang membuat air seninya berwarna merah ? Jika jawabnya
"Ya"
kemungkinan besar yang dimaksudkan sebagal "flek paru" adalah
Tuberkulosis/TBC paru atau saat ini disebut TB saja.

Mengapa dokter tidak menyatakan sebagai TB? Sebagian kalangan di
masyarakat beranggapan bahwa TB bukan penyakit yang "bergengsi", Beda
misalnya dengan penyakit jantung yang dianggap lebih "terhormat".
Sebagian pasien tidak berkenan jika dinyatakan Sakit TB. Khawatir pasien
tidak dapat menerima, dokter berusaha menyamarkan penyakitnya dengan
istilah flek paru. Saat ini umumnya pasien sudah berpikiran terbuka dan
dapat menerima jika dinyatakan Sakit TB. Sebaiknya dokter berterus
terang menyatakan Sakit TB tanpa menyamarkan dengan
Istilah flek paru yang justru tidak mendidik pasien.

Mengapa disamarkan dengan istilah "flek paru" ? Flek berasal dan bahasa
Belanda yang artinya ?noda?. Awalnya dari foto Rontgen paru pasien TB,
yang dapat memberikan gambaran bercak-bercak putih seperti noda pada
paru sehingga disebut "flek", Istilah flek paru tidak
pernah diajarkan di fakultas kedokteran manapun, dan juga tidak pernah
disebut dalam artikel kedokteran manapun, Istilah ini rancu dan kesannya
kurang menghargai kecerdasan pasien Sama halnya dengan istilah "panas
dalam" yang laris manis digunakan dalam iklan minuman penyegar. Keduanya
sama sekali tidak mempunyai rujukan di dunia medis.

Apakah semua gambaran "flek" pada paru berarti TB ? Tidak !!! Semua
penyakit di paru (dan itu banyak sekali jenisnya) dapat memberi gambaran
"flek' yang tidak dapat dibedakan dengan TB. Bahkan orang sehatpun pada
Rontgen parunya akan ada gambaran bercak-bercak putih yang istilah
medisnya infiltrat. Sebagai contoh Mike Tyson jika dironsen juga ada
"flek"nya, tapi dia sama sekali tidak Sakit TB. Jadi tidak bisa
mendiagnosis Sakit TB hanya dari Rontgen saja !

Gambaran Rontgen seperti apa yang menunjukkan adanya TB paru? TB paru
dapat memberikan gambaran infiltrat yang lebih khusus pada foto Rontgen,
istilahnya gambaran yang sugestif TB. Misalnya gambaran miller (bercak
kecil putih merata di seluruh paru), atau gambaran atelektasis
(gambaran putih padat akibat pengerutan sebagian paru), dll. Sekalipun
gambarannya sugestif TB, foto Rontgen saja tidak bisa dijadikan dasar
tunggal diagnosis TB, tetap harus disertai gejala dan tanda sakit TB,
dan pemeriksaan penunjang lain.

Jadi diperlukan pemeriksaan lain, apakah itu ?
Ya, pertama-tama jika seorang anak dicurigai Sakit TB harus dibuktikan
dulu adanya Infeksi TB (adanya kuman TB dalam tubuh seseorang). Caranya
dengan uji tuberkulin atau yang lazim dikenal sebagai Mantoux test. Jika
hasilnya negatif berarti tidak ada infeksi, dan bila infeksinya saja
tidak ada bagaimana mungkin bisa sakit TB.

Jika hasil uji Mantoux positif apakah berarti sakit TB ?
Belum tentu. Hasil uji Mantoux positif hanya menunjukkan adanya Infeksi
TB, bukan menandakan pasiennya Sakit TB. Jadi harus dibedakan antara
Infeksi TB dengan Sakit TB. Orang dewasa di Indonesia umumnya sudah
terinfeksi TB tanpa sakit TB, sehingga jika dilakukan uji Mantoux pada
orang dewasa di Indonesia maka umumnya akan positif.

Ada yang mengatakan uji Mantoux bisa negatif padahal ada Sakit TB, apa
benar?
Benar. Uji Mantoux dapat memberikan hasil negatif palsu yang disebut
anergi. Anergi dapat dijumpai pada keadaan tertentu misalnya gizi buruk,
Sakit TB yang berat, tifus yang berat, campak, cacar air, menggunakan
obat steroid jangka lama, dan berbagai keadaan lain yang menyebabkan
penekanan system imun (kekebalan) tubuh, Jika tidak ada salah satu
keadaan tersebut sangat kecil kemungkinannya terjadi anergi.

Bagaimana dengan pemeriksaan darah?
Biasanya pemeriksaan darah yang dimaksudkan untuk TB adalah LED (laju
endap darah) dan hitung jenis limfosit, Kedua pemeriksaan ini nilai
diagnostiknya untuk TB rendah, jauh lebih rendah dibanding foto Rontgen,
sehingga hanya digunakan sebagai data tambahan.

Adakah pemeriksaan darah lain untuk TB?
Ada, yaitu pemeriksaan PCR dan serologis, seperti PAP TB, Mycodot, ICT
dll. Namun semua pemeriksaan itu tidak lebih unggul daripada uji
Mantoux, Semua pemeriksaan itu jika positif juga hanya menunjukkan
adanya Infeksi TB, tidak bisa untuk menentukan ada tidaknya Sakit TB.

Lalu apa bedanya Sakit TB dengan Infeksi TB?
Jika orang (dewasa atau anak) mengalami Sakit TB akan menunjukkan gejala
dan tanda Sakit TB. Sedangkan jika hanya terinfeksi TB tanpa sakit TB
tidak akan ada gejala dan tanda sakit TB.

Apa gejala dan sakit TB pada anak?
Gejala dan tanda Sakit TB pada anak sangat luas variasinya, mulal dari
yang sangat ringan sampai sangat berat. Gejala dan tanda yang mengawali
kecurigaan Sakit TB pada anak di antaranya adalah MMBB (Masalah Makan
dan Berat Badan), demam lama atau berulang, gampang / sering tertular
sakit batuk pilek, adanya benjolan yang banyak di leher, diare yang
sulit sembuh dll. TB juga dapat menyerang berbagai organ di seluruh
tubuh sehingga bias timbul gejala pincang jika mengenai sendi panggul
atau lutut, benjolan banyak di leher, bisa juga terjadi kejang jika
mengenai susunan saraf pusat / otak.

Apakah batuk lama atau berulang juga merupakan gejala Sakit TB?
Batuk lama atau berulang merupakan salah satu gejala utama Sakit TB pada
orang dewasa. Pada anak batuk lama / berulang dapat merupakan gejala
Sakit TB, tapi bukan gejala utama. Pada anak ada penyakit lain yang
gejala utamanya batuk lama / berulang yaitu asma. Banyak kasus asma pada
anak yang keliru divonis TB. Asma dengan TB merupakan dua penyakit yang
sama sekali berbeda namun sering dikelirukan.

Apakah jika ada tersebut berarti sakit TB?
Belum tentu. Berbagai gejala tadi bukan ?monopoli? Sakit TB, tapi dapat
juga disebabkan oleh berbagai penyakit lain. Itulah sebabnya uji Mantoux
sangat penting untuk menentukan dulu apakah ada Infeksi TB atau tidak,
Jika tidak ada Infeksi TB, berarti berbagai gejala tadi disebabkan oleh
penyakit lain.

Sebenarnya apa penyebab TB, apakah penyakit keturunan atau penyakit
menular?
TB bukan penyakit keturunan, tapi penyakit menular. TB menupakan salah
satu bentuk penyakit infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang
disebabkan masuk dan berkembangbiaknya kuman dalam tubuh seseorang.
Kuman adalah makhluk hidup yang sangat kecil sekali (mikro == jasad renik) yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ada
jutaan jenis kuman salah satu di antaranya adalah kuman TB.

Bagaimana cara penularannya?
Ada beberapa cara penularan, tapi yang paling sering adalah melalui
saluran respiratonik (pernapasan). Pasien TB dewasa dengan TB paru, jika
batuk, bersin, menyanyi, atau bicara akan menghembuskan ribuan kuman TB
ke udara di sekitarnya. Bila kuman ini terhirup oleh orang lain, maka
orang tersebut dapat terinfeksi.

Apakah jika kita berhubungan dengan pasien TB paru dewasa, pasti akan
tertular?
Belum pasti tertular. Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya
infeksi TB. Faktor sumber penularan, lingkungan, dan faktor daya tahan
tubuh. Tingkat eratnya hubungan (kontak) juga sangat berperan. Makin
erat kontak (dose contact) dan makin lama, makin besar risiko tertular.

Apakah anak yang sakit TB menular dan perlu dipisahkan dari orang lain?
Tidak! Yang menular adalah pasien TB paru dewasa, pasien TB paru anak
tidak menular sehingga tidak perlu dipisahkan apalagi dikucilkan. Yang
perlu diingat, jika seorang anak terinfeksi TB, berarti ada orang dewasa
sebagai sumber penularannya yang perlu dicari dan kemudian diobati agar
tidak menulari orang lain lagi.

So jadi Bunda mesti gmana niy....???

3 komentar:

Anonymous said...

bener tri...aku juga pernah baca (dari "sehat" juga...) ga ada yg namanya flek paru...duuh trus dikasi AB lagi...

Mendingan 2nd opinion ajah atuh tri..aku denger dr.cissi yg di karawitan pulmonolog anak looh...aku jg taunya dari dsa nya azka di cibubur..

moga-moga cepet dapet jalan keluar yg terbaik ya tri...tough yaa...

Anonymous said...

Hmmm...Bund....coba dulu ajah atuh ke Dr Cissy...di Karawitan,deket rumah neneknya Naufal,tapi emang penuh buanget...suka ngantri puanjang....

Alhamdulillah DSA nya Kaka Ofal mah gak pernah ngasih antibiotik,dia paling anti.....aku juga dulu pernah salah diagnosis ama dokter laen, balik lg deh ke DSA nya Kaka Ofal yang ini.Wanna try her? dr Emilia Suroto, praktek di Limjati,klo gak salah mah praktek tiap dari da.

Biar gak pusing....demi anak...

Anonymous said...

Duhh bun, jangan deh anak2 kita dikasih antibiotik ... bagi aku sekarang anti biotik itu harus disingkirkan dehhh ...dade juga kasusnya sama kayak giza di diagnosis takutnya sakit flek paru2 ... duhh bunda udah takut aja dehhh tapi setelah bunda baca2 artikel2 dan konsultasi sama dokter yang bener ... hasilnya dade sehat2 aja tuh ...

kita jadi ortu emang harus hati2 and BE SMART !! salah diagnosis bisa gawat anak2 kita :(

 
Tu Wa Ga Pat Blogger Template by Ipietoon Blogger Template